Komunikasi ada dalam wujud
‘praktik saja’ hadir sejak awal mula manusia ada. Dalam tiap sajian keilmuan
yang ada, akar dari segala ilmu dapatlah dikatakan bahwa filsafat lah akar dari
semua ilmu. Begitupun filsafat komunikasi, filsafat komunikasi adalah suatu
disiplin yang menelaah pemahaman secara fundamental, metodologis,
sistematis, analitis, kritis, dan
holistis. Yang meliputi dimensi menurut bidangnya, sifatnya, tatanannya,
tujuannya, fungsinya, tekniknya dan metodenya.
Seiring laju perkembangannya filsafat
terbagi kedalam beberapa periodik telaah yaitu sebagai berikut :
A. Sejarah Perkembangan Filsafat
Komunikasi di Yunani
1. Masa
Demokrasi Klasik
Berakar pada ajaran retorika.
Perkembangan retorika di Yunani berlangsung melalui tradisi komunikasi publik
atau lebih dikenal perkembangan debat. Istilah retorika dikenalkan pertama kali
oleh Georgiaas pada tahun 427 SM. Retorika di Yunani berkembang melalui
tradisi komunikasi publik yang dikenal dengan perkembangan debat. Pelopornya adalah
Protagoras.
2. Kaum
Sofis
Protagoras menekankan era ini
dengan keindahan berbahasa. Georgias dan Protagoras berkeliling dunia untuk
mengajarkan retorika dan mendirikan sekolah-sekolah retorika. Protagoras
bersama murid-muridnya telah memproklamasikan diri sebagai kaum
sophistai (atau sophist, guru kebijaksanaan). Dalam
pelaksanaanya era ini lebih menekankan seni perrsuasif.
Demosthenes berhasil
mengembangkan retorika dengan gaya yang jelas dan keras. Konsep pidatonya
menggabungkan narasi dengan argumentasi. Pada masa itu kaum sofis menjadi
populer. Akan tetapi banyak pihak yang mengkritik, termasuk Socrates. Socrates
kemudian mengembangkan teknik-teknik retorika untuk kebenaran dengan
teknik-teknik dialog. Bersama Plato, mereka mengembangakn teknik retorika
dengan adanya pengorganisian pesan dan gaya. Plato mulai meletakkan prinsip
dasar retorika dari teknik menjadi retorika ilmiah. Pandangan cerdas Plato
diteruskan oleh muridnya, Aristoteles. Bagi Aristoteles, retorika adalah eni
persuasi, suatu uraian yang harus singkat, jelas, dan meyakinkan dengan
keindahan bahasa yang disusun untuk segala sesuatu yang bersifat
memperbaiki, memerintah, mendorong, dan
mempertahankan. Aristoteles juga menyebut 3 faktor yang dapat memengaruhi
orator dalam meyakinkan pendengarnya,
yaitu: ethos (kepercayaan),pathos (emosi),
dan logos (pikiran). Kajian ilmiah retorika Aristoteles bersifat
sistematis dan komprehensif sehingga banyak dipelajari oleh bangsawan dan
negarawan Yunani.
3. Aliran
Socrates
Pelopornya adalah Socrates dan
Plato. Hal ini timbul atas reaksinya terhadap kaum Sofis. Mereka menentang kaum
Sofis yang mengajarkan teknik untuk membangkitkan emosi dan merintangi
pembuatan keputusan rasional. Pendekatan Socrates menekankan peraturan dan
keterampilan berkomunikasi dengan keharusan mengembangkan dan menerapkan akal
pikiran. Kaum sofis mempertahankan teknik berbicara di depan publik tanpa
hambatan, sedangkan pendekatan Socrates menekankan peraturan dan keterampilan
berkomunikasi dengan keharusan mengembangkan dan menerapkan akal pikiran.
B. Sejarah
Perkembangan Filsafat komunikasi di Romawi
Ajaran Aristoteles berpengaruh di
Romawi tanpa adanya penambahan. Pada tahun 100 SM, lahir buku Ad
Herrenium yang mensistemasikan retorika gaya Yunani ke dalam cara-cara Romawi.
Orang-orang Romawi hanya mengambil segi-segi praktisnya saja dari retorika
Yunani. Orang-orang yang terkenal pada masa itu adalah Antonius, Crassus,
Rufus, dan Hortensius. Hortensius mengembangkan retorika dengan mempelajari
gerakan-gerakan dalam berpidato dan cara penyampaiannya.
Menurut Cicero, efek pidato akan
baik bila orator adalah orang yang baik. Prinsip tersebut dikenal dengan
istilah The good man speaks well. Menurut Cicero, sistemaktika
retorika mencakup dua tujuan pokok, yaitu tujuan yang bersifat suasio (anjuran) dandissuaasio (penolakan) , sedangkan
daua tahapan retorika ggayanya adalah tahapinvestio (pencarian bahan) dan
tahap ordo collocatio (penyusunan pidato).
Sampai tahun 500 M, retorika di
Yunani dan Romawi didominasi oleh negarawan, politisi, dan bangsawan. Pada
tahun ini, retorika mulai mengalami kemunduran. Banyak kaisar yang tidak senang
dengan orang-orang yang pandai bicara. Abad ini dikenal juga dengan abad
kegelapan. Bagi agama Kristen, retorika dianggap kesenian kafir dan jahiliyah,
sehingga dilarang untuk dipelajari.
Dalam hal ini mengapa disebut
sebagai zaman kegelapan sebab dahulu belum banyak bukti-bukti sejarah yang
cukup otentik yang menyelubungi penekanan bukti ke-filsafat-an yang mumpuni.
Tetapi hal ini cukup terbantahkan seiring berjalannya waktu yang menunjukan
beberapa bukti-bukti peninggalan sejarah yang perlahan kini mulai ditemui.
C. Sejarah
Perkembangan Filsafat Komunikasi di Eropa
Perkembangan filsafat komunikasi
di wilayah Eropa bermula dari Zeitungskunde sebagai bidang kajian di
Universitas Bazeel, Swiss. Zeitungskunde diajarkan oleh Karl Bucher.
Jasa Karl Bucher:
Pada tahun 1910 Max Weber di
Konferensi Sosiologis memperkenalkan pendekatan sosiologis “Soziologie des
Zeitungwesens”. Menurut Weber, persoalan modal sanga penting bagi
kelembagaan suratkabar, bukan saja menyangkut kebijaksanaan redaksional.
Publisistik merupakan perkembangan
dari zeitungswissenchaft. Publisistik mengajarkan bahwa setiap
pernyataan kepada umum menciptakan suatu hubungan rohaniah antar penerbit dengan khalayak.
Terbukti pula dalam hal ini bahwa
era keberadaan ilmu komunikasi dapat terlihat dengan mesin cetak temuan
Johannes Guttenburg.
D. Sejarah
Perkembangan Filsafat Komunikasi di Amerika
Pada era ini lahir ahli-ahli ilmu
komunikasi yang namanya acap kali kita lihat dalam banyak litertur yang kita
pergunakan dalam perkuliahan. Penekanan keilmuannya dapat dikatakan lebih
condong kepada hal-hal kejurnalistikan.
Perkembangan filsafat komunikasi
di Amerika Serikat dapat menelusuri sejarah pertumbuhan jurnalisme dan retorika
di Amerika, antara lain terdapat empat fase:
1.Fase Benjamin Franklin
2. Fase Robert Lee
3. Fase Harold Lasswell
4. Fase Willbur Schramm
Robert Bierstedt memasukkan
jurnalistik sebagai ilmu, yaitu ilmu terapan. Selain menyiarkan pemberitaan,
radio dan televisi juga menyiarkan produk-produk siaran lainnya.
Maka journalism berkembang menjadi mass communication.
Dalam perkembangan
selanjutnya, mass communication dianggap tidak lagi tepat karena
tidak merupakan proses komunikasi yang menyeluruh. Di Amerika Serikat muncul communication science atau
kadang-kadang dinamakan juga communicology¸ yaitu
ilmu yang mempelajari gejala-gejala sosial sebagai akibat dari proses
komunikasi massa, komunikasi kelompok, dan komunikasi anterpersona.
Kebutuhan orang-orang Amerika
akan science of communication tampak sejak tahun 1940-an, pada waktu
seorang sarjana Carl. I Hovland menampilkan definisinya mengenai ilmu
komunikasi. Hovland mendefinisikan science of communication sebagai:“a systematic attemp to formulate in
rigorous fashion the principles by which information is transmitted and
opinions and attitudes are formed”.
Komunikasi muncul sebagai
disiplin akademis tersendiri pada akhir 1940 an, yang ditandai dengan
pembentukan Institut Penelitian Komunikasi (Institute of Communication
Research) di Universitas Illinois pada tahun 1948 yang dipimpin oleh salah
satu pakar dan perintis ilmu komunikasi terkemuka, Wilbur Schramm.
E. Sejarah
Perkembangan Filsafat Komunikasi Perspektif Islam
Penekanan telaah dalam era
filsafat komunikasi ini lebih pada sebuah dasar yang berwujud yaitu, Al- Qur’an
dan Hadist. Nabi Muhammad saw sebagai utusan Allah telah berhasil membawa
perubahan hidup manusia melalui firman-firman Allah saw yang ia sampaikan. Nabi
Muhammad berhasil membawa perubahan kebidupan manusia pada saat itu kepada
kehidupan yang penuh hukum, aturan, dan tatanan bermasyarakat. Retorikanya
begitu menyentuh hati, kata-katanya lantang dan tegas, serta wajahnya
mengekspresikan ketegasan. Nabi Muhammad saw tidak pernah mempelajari retorika
dari Georgias, Aristoteles, atau Cicero. Ia mempelajari retorika melalui
bimbingan wahyu melalui malaikat Jibril dan ia menganjurkan kepada para
pengikutnya untuk mengajak manusia pada kebenaran.
F. Sejarah Perkembangan Filsafat
Komunikasi di Asia
Aktifitas komunikasi dalam
bentuk retorika yang berlangsung di Asia lebih terlihat dalam perwujudan telaah
ilmiah yaitu terdapat di Cina, hanya saja dalam penyebarannya lebih menekankan
pada penyebaran ajaran dan keyakinan. Berbeda di Yunani dan Romawi yang lebih
bersifat politis. Salah satu ajaran yang berkembang yaitu ajaran konfusiunisme
di Cina. Kong hu Cu (bagian dari konfusianisme) lahir pada sekitar 550 SM yang ajarannya
telah berusia 2000 tahun. Konfusius mulai mengajarkan filsafat hidupnya ketika
Cina masih terpecah-pecah. Dalam penyebarannya, komunikasi yang dilakukan sudah
sangat maju setelah ditemukannya kertas oleh Ts’ai Lun (105 M). Namun, ketika
dinasti Qin (215 SM-206 SM), kaisar Qin Shi Hung melarang ajaran Konfusianisme,
sehingga banyak buku-buku yang dibakar. Namun, ketika masa dinasti Han (206
SM-220 M), konfusianisme mulai mencapai masa emasnya kembali. Misalnya dengan
didirikannya semacam Imperial University yang meninggalkan kitab-kitab ajaran
konfusianisme seperti kitab Shi Ching (kumpulan lagu-lagu), Shu Ching
(dokumen-dokumen), I Ching (buku ahli ramalan), Ch’un Ch’iu (peristiwa
penting), dan Li Chi (upacara-upacara). Konfusianisme ini berlangsung cukup
lama sampai pada masa jatuhnya dinasti Ching (1644-1911). Hal ini
mengidentifikasikan bahwa adanya proses perkembangan komunikasi yang lebih
condong pada penyebaran ajaran-ajaran konfusianisme di Cina.
Pada dasarnya, orang Amerika dan
Eropa cenderung untuk mematenkan suatu ciptaan, sedangkan pemikir-pemikir di
Asia dan peradaban Timur tengah lebih cenderung kepada manfaat dari hasil
temuannya itu. Padahal jelas, sejarah menceritakan secara gamblang bahwa
peradaban yang sangat maju telah berlangsung lebih dulu di Cina dan Timur
Tengah.
G. Sejarah
Perkembangan Ilmu Komunikasi di Indonesia
Berikut sejumlah figur
dalam ilmu komunikasi seperti Paul F. Lazarfeld, Wilbur Schramm, Harold
Lasswell, Walter Lippmann, Bernard Berelson, Carl Hovland, Elihu Katz, Daniel
Lerner, David K. Berlo, Shannon, Mc Comb, George G. Gebner, dan sebagainya.
Selain tokoh-tokoh komunikasi
barat, di Indonesia terdapat sejumlah figur penting dalam bidang Ilmu
Komunikasi seperti M. Alwi Dahlan, Astrid Susanto Sunario, Andi Muis, Jalaludin
Rahmat, Ashadi Siregar, Anwar Arifin, Hafid Changara, Dedy N. Hidayat, Marwah
Daud Ibrahim, Onong Efendi Uchayana, dan sebagainya. Karya-karya mereka telah
memberi warna bagi eksistensi kajian ilmu komunikasi di Indonesia.
Di Indonesia, aktivitas ilmiah
dalam kajian komunikasi dapat dilihat melalui kegiatan yang diadakan oleh
kampus atau lembaga pemerintahan lainnya. Bahkan tampak pula kemunculan lembaga
baru humas yaitu Public Relation Society of Indonesia. Tampaknya institusi
semacam ini yang terlihat melakukan aktivitas ilmiah dalam kajian komunikasi.
Selain itu, ada juga kajian komunikasi melalui lembaga LSM seperti Media Watch
seperti ISAI, LSPP, LKM, dan sebagainya.
Di Indonesia, ilmu komunikasi yang kita kaji sekarang merupakan hasil dari suatu proses perkembangan yang panjang. Status ilmu komunikasi di Indonesia diperoleh melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 107/82 Tahun 1982. Keppres itu yang kemudian membawa penyeragaman nama dari ilmu yang dikembangkan di Indonesia, termasuk ilmu komunikasi. Sebelumnya dibeberapa universitas, terdapat beberapa nama yang berbeda, seperti di Universitas Padjadjaran Bandung dan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang menggunakan nama Publisistik, serta Universitas Indonesia yang merubah nama Publisistik menjadi Ilmu Komunikasi Massa.
Di Indonesia, ilmu komunikasi yang kita kaji sekarang merupakan hasil dari suatu proses perkembangan yang panjang. Status ilmu komunikasi di Indonesia diperoleh melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 107/82 Tahun 1982. Keppres itu yang kemudian membawa penyeragaman nama dari ilmu yang dikembangkan di Indonesia, termasuk ilmu komunikasi. Sebelumnya dibeberapa universitas, terdapat beberapa nama yang berbeda, seperti di Universitas Padjadjaran Bandung dan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang menggunakan nama Publisistik, serta Universitas Indonesia yang merubah nama Publisistik menjadi Ilmu Komunikasi Massa.
Kajian terhadap ilmu komunikasi
sendiri dimulai dengan nama Publisistik dengan dibukanya jurusan Publisistik
pada Fakultas Sosial dan Politik Universitas Gajah Mada pada tahun 1950,
Akademi Penerangan pada tahun 1956, Perguruan Tinggi Publisistik Jakarta pada
tahun 1953, dan pada Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Masyarakat Universitas
Indonesia pada tahun 1959. Nama Ilmu Komunikasi Massa dan Ilmu Komunikasi
sendiri baru muncul dalam berbagai diskusi dan seminar pada awal tahun 1970-an.
Beberapa nama tokoh yang berjasa
dalam mengembangkan ilmu komunikasi antara lain, Drs Marbangun, Sundoro, Prof.
Sujono Hadinoto, Adinegoro dan Prof. Dr. Mustopo. Kemudian ditambah lagi pakar
komunikasi Astrid S. Susanti dan Alwi Dahlan (keduanya dari luar negeri, Astrid
dari Jerman dan Alwi dari Amerika).
Daftar Pustaka
Effendy, O. U . 2003. Teori,
Ilmu, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti
Muhadjir, Noeng.
1998. Filsafat Ilmu: Telaah Sitematis Fungsional Komparatif.Yogyakarta: Rake
Sarasin
Mulyana, D. 2004. Ilmu
Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya
Rakhmat, J. 2000. Psikologi
Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya
Syam, Nina W.
2010. Filasafat sebagai Akar Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa
Rekatama Media
0 komentar:
Posting Komentar